Jumat, 24 Desember 2010

BONANG


Bonang adalah alat musik yang digunakan di Jawa gamelan. Ini adalah kumpulan gong kecil (kadang-kadang disebut “ceret” atau “pot”) ditempatkan secara horizontal ke string dalam bingkai kayu (Rancak), baik satu atau dua baris lebar. Semua ceret memiliki bos pusat, tapi di sekitarnya yang lebih rendah bernada datar yang memiliki kepala, sedangkan yang lebih tinggi memiliki melengkung satu. Masing-masing sesuai untuk pitch tertentu dalam skala yang sesuai; sehingga ada bonang berbeda untuk pelog dan slendro.. Mereka biasanya memukul dengan tongkat berlapis (Tabuh). Hal ini mirip dengan memeluk lain gong dalam gamelan, yang Kethuk, Kempyang, dan kenong. Bonang dapat dipalsukan terbuat dari perunggu, dilas dan dingin-dipalu besi, atau kombinasi dari logam. Selain berbentuk gong bentuk ceret, ekonomis dipalu bonang yang terbuat dari besi atau plat kuningan dengan mengangkat bos sering ditemukan di desa gamelan, di suriname gamelan gaya, dan dalam beberapa gamelan Amerika.
Dalam gamelan Jawa Tengah ada tiga jenis bonang yang digunakan:
• Bonang panerus adalah yang tertinggi di antara mereka, dan menggunakan ceret terkecil. Hal ini biasanya mencakup dua oktaf (kadang-kadang lebih dalam slendro di Solo-gaya instrumen), yang mencakup rentang kurang lebih sama seperti saron dan Peking digabungkan. Ia memainkan irama tercepat bonang, layu saling terkait dengan atau bermain di dua kali kecepatan bonang barung.
• Bonang barung yang bernada satu oktaf di bawah bonang panerus, dan juga secara umum mencakup dua oktaf, kira-kira kisaran yang sama seperti demung dan saron digabungkan. Ini adalah salah satu instrumen yang paling penting dalam ansambel, karena memberikan banyak isyarat untuk pemain lain dalam gamelan.
• Melengking bonang panembung adalah yang terendah. Hal ini lebih sering terjadi di Yogya gaya gamelan, yang mencakup rentang kurang lebih sama seperti slenthem dan demung digabungkan. Ketika hadir dalam gaya Solo-gamelan, mungkin hanya memiliki satu baris dari enam (slendro) atau tujuh ceret terdengar dalam register yang sama sebagai slenthem. Hal ini disediakan untuk repertoar yang paling sederhana, biasanya bermain parafrase dari balungan.
Bagian-bagian yang dimainkan oleh bonang barung dan bonang panerus lebih kompleks daripada banyak instrumen dalam gamelan, dengan demikian, pada umumnya dianggap sebagai instrumen mengelaborasi. Kadang-kadang memainkan melodi berdasarkan balungan, meskipun umumnya diubah dengan cara yang sederhana. Namun, juga dapat memainkan pola yang lebih kompleks, yang diperoleh dengan menggabungkan barung dan panerus patters, seperti saling silih bergantinya bagian (imbal) dan interpolasi dari pola melodi jerau (sekaran).
Tunggal, l-berbentuk, baris, bonang juga merupakan instrumen melodi terkemuka di Sunda Degung. Bonang mirip dengan Bali reong.

REBAB

Rebab adalah alat musik gesek yang biasanya menggunakan 2 atau 3 dawai, alat musik ini adalah alat musik yang berasal dari Timur Tengah dan mulai digunakan di Asia Tenggara setelah penyebaran pengaruh dari Timur Tengah.
Alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga atau dua utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka dan berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras suara.

 

 

Dalam gamelan

Ki Cokrowasito bermain rebab. Foto tahun 1950-an dari buklet album "Lestari - The Hood Collection", Museum Collection Berlin.
Dalam musik Sunda, alat ini juga digunakan sebagai pengiring gamelan, sebagai pelengkap untuk mengiringi sinden bernyanyi bersama-sama dengan kecapi dan suling. Dalam gamelan Jawa, fungsi rebab tidak hanya sebagai pelengkap untuk mengiringi nyanyian sindhen tetapi lebih berfungsi untuk menuntun arah lagu sindhen.

SARON

Saron (atau disebut juga ricik) adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya punya 4 saron, dan kesemuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.
Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.


Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)

CALUNG

Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.

Calung Rantay

Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan calung anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon atau bilik rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga yang dibuat ancak "dudukan" khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan Kanekes/Baduy.

Calung Jinjing

Adapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir). Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang alat musik tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.

Perkembangan

Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu calung jinjing. Calung jinjing adalah jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah Sindang Heula - Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari bentuk calung rantay. Namun di Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui kreativitasnya pada tahun 1961. Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, bahwa pengkemasan calung jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan reog yang memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu dipadukan. Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih dikembangkan lagi oleh kawan-kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk), dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat, Eppi K., Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung (Abdurohman dkk). Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan beberapa alat musik dalam calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso.

ANGKLUNG

Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.



Di dalam penggunaan angklung sebagai pelengkap kolintang, melody saja sudah cukup sebab pengiring dan bas sudah ada di kolintang. Bila tidak pada kolintang maka untuk pengiring digunakan Bas dan Accord angklung.
Dalam pementasan satu lagu, dari 29 bh melody yang terpakai hanya 10 – 15 buah nada (tergantung jenis lagu dan aransemen). Jika satu nada dipegang satu pemain, maka satu melody dipegang oleh 10 – 12 pemain. Jika menggunakan rak angklung, yg diperlukan satu sampai dua pemain yang cukup trampil sebagai pemain melody seperti bermain melody di kolintang. Lain halnya jika angklung dibagi satu persatu, si pemain tidak harus pintar dalam musik dan jika si pemain tidak tahu lagunya pun pasti nantinya lagu itu akan jadi sendiri, asal dalam menggetarkannya sesuai dengan ketukan yang tepat.
Untuk pemula alangkah baik jika memakai 2 melody (satu nada dimainkan oleh dua pemain), jadi jika ada satu pemain yang lengah dalam memainkan satu nada maka dapat dibantu pemain yang lainnya. Getaran yang dihasilkan juga lebih halus. Jika ada nada-nada yang jarang digunakan dalam satu lagu, maka tidak perlu menambah pemain (hanya sekali main dan seterusnya pemain tersebut akan berhenti selama lagu tersebut dimainkan) tetapi dapat didobel (satu anak yang cukup terampil bisa dipegangkan 2 angklung) asalkan kedua nada tersebut tidak harus dibunyikan bersamaan ataupun berurutan.
Dengan demikian 2 Set Melody hanya memerlukan 20 pemain. Bila pemainnya lebih dari 20 orang sebaiknya dilengkapi dengan Bas.
  • Satu Set “Standard” (83 bh angklung / 25 – 30 pemain)
2 Set Melody 2 tabung @ 29 buah ( F – A ),12 buah Bas I  ( F –  E ), 13 Accord “Standard” C  D  Dis  E  F  G  A  Ais  B  Dm  Em  Gm  Am. Kami namakan Standard karena dengan ke 13 Accord ini dapat dihasilkan segala macam accord dengan cara kombinasi, sebab bila semua keperluan accord disediakan jumlahnya akan sangat besar. Padahal beberapa hanya terpakai pada lagu tertentu saja (lihat keterangan Accord).
  • Satu Set “Kecil PRO” (54 bh angklung / 15 – 20 pemain)
Bila pemain terbatas maka 2 Set Melody 2 tabung dapat digantikan 1 Set Melody 3 tabung, karena 1 buah angklung 3 tabung suaranya hampir sama dengan 2 buah angklung 2 tabung hingga suara melody tetap seimbang dengan suara bas dan accord.
  • Satu Set “Besar” (142 bh angklung / 40 – 50 pemain)
3 Set Melody 2 tabung (87 buah), 2 Set Bas I (24 buah), 1 Set Bas II ( C, Cis, D, Dis, E = 5 buah), 2 Set Accord Standard (26 bh). Suara tetap “seimbang” dimana tiap nada melody 3 buah, Bas I = 2 bh dan Bas II = 1 bh. Bandingkan dengan senar piano, nada tinggi 3 senar nada rendah 2 senar dan bas 1 senar. Bila pemain bertambah, maka tambahan angklung cukup melody saja.

KOLINTANG

Kolintang atau kulintangadalah alat musik khas daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Kolintang dibuat dari kayu lokal yang ringan namun kuat seperti telur, bandaran, wenang, kakinik kayu cempaka, dan yang mempunyai konstruksi fiber paralel.
Nama kolintang berasal dari suaranya: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada biasa). Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita lakukan TONG TING TANG" adalah: " Mangemo kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang.
Beberapa group terkenal seperti Kadoodan, Tamporok, Mawenang yang sudah eksis lebih dari 35 tahun.Pembuat kolintang tersebar di Minahasa dan di pulau Jawa,salah satu pembuat kolintang yang terkenal Petrus Kaseke

Alat musik kolintang termasuk jenis instrument perkusi yang berasal dari Minahasa Sulawesi Utara.
Alat musik itu disebut kolintang karena apabila di pukul berbunyi : Tong-Ting –Tang.
Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemain yang duduk selonjor di lantai.dan dipukul pukul.
Fungsi kaki sebagai tumpuan bilah bilah kayu(wilahan/tuts) kemudian diganti dua potong batang pisang atau dua utas tali.
Konon penggunaan peti resonator sebagai pengganti batang pisang mulai di gunakan sesudah Pangeran Diponegoro di buang ke Menado (tahun 1830) yang membawa serta “gambang” gamelannya.
Penggunaan kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan rakyat Minahasa,yang biasanya dipakai dalam upacara upacara pemujaan arwah arwah para leluhur.
Dengan berkembangnya agama Kristen yang di bawa oleh misionaris misionaris Belanda,eksistensi kolintang yang merupakan bagian dari kepercayaan animisme menjadi demikian terdesak bahkan hampir punah,menghilang selama lebih dari 50 tahun.
Setelah perang Dunia II,kolintang muncul kembali dipelopori oleh Nelwan Katuuk, seniman tuna netra asal Minahasa bagian utara yang merangkai nada kolintang menurut skala diatonis.
Pada tahun 1952,di Minahasa bagian selatan (Ratahan) seorang anak berusia 10 tahun bernama Petrus Kaseke,terinspirasi membuat kolintang dengan dasar petunjuk orang orang tua yang pernah melihat kolintang dan dari mendengar suara musik kolintang yang di populerkan lewat siaran RRI Minahasa yang di mainkan oleh Nelwan Katuuk.
Sulitnya hubungan transportasi antara Minahasa bagian utara dengan Minahasa bagian selatan pada waktu itu tidak meluruhkan semangat putra pendeta Yohanes Kaseke dan almarhum Adelina Komalig untuk berkreasi tanpa melihat contoh, dengan bermodal potongan potongan kayu bakar yang diletakkan di atas dua batang pisang dan di tuning (stem) nada natural dengan rentang nada 1 oktaf.
Sebuah prestasi yang luar biasa jika pada tahun 1954 ,Petrus Kaseke yang kala itu masih terbilang bocah mampu membuat kolintang dua setengah oktaf nada diatonis dengan peti resonator.Kemampuannya terus terasah dan berkembang,terbukti pada tahun 1960 berhasil meningkatkan rentang nada menjadi tiga setengah oktaf yang dimainkan oleh dua orang pada satu alat.
Bersamaan dengan bea siswa dari Bupati Minahasa untuk meneruskan kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 1962,suami dari Endang soetjiowati terus mengembangkan alat musik kolintang dengan mengganti jenis jenis kayu wilahan yang ada di Minahasa seperti kayu Telur,Bandaran,Wenang ,Kakinik dengan kayu yang ada di pulau Jawa yang menghasilkan kwalitas nada yang sama yaitu kayu Waru.
Kolintang mulai diproduksi untuk di jual pada tahun 1964,sambil dipopulerkan melalui pentas pentas kolintang keliling Jawa Tengah ,Jawa Timur dan Jawa Barat,dengan membentuk kelompok musik
Waktu terus berlalu,usaha dari bapak dua anak Leufrand Kaseke dan Adelina Kaseke semakin berkembang.
Kelompok musik yang dibentuknya sudah pentas melanglang ke berbagai negara di dunia,
Mulai tahun 1972 hingga sekarang,ia tinggal Salatiga Jawa Tengah dan membangun usahanya,dimana bahan baku kolintang berupa kayu Waru mudah di dapatkan di sekitar Rawa Pening Salatiga.
Pemesanan dari luar negeri terus mengalir,antara lain dari Australia,China,Jepang,Korea,Hongkong,Swiss,Kanada,Jerman,Belanda,Amerika bahkan Negara Negara di Timur Tengah.
Hampir semua kedutaan besar Indonesia di dunia mengkoleksi alat musik kolintang buatan Petrus Kaseke.
Inovasi terus menerus dari Petrus Kaseke dan pengrajin kolintang lainnya sudah menempatkan kolintang setara dengan instrument musik moderen popular seperti gitar,biola ,piano,xylophone dan marimba.Sehingga agar dapat dikategorikan alat musik etnis tradisional, kolektor dan distributor alat musik etnis Asia dari Korea,harus memesan kolintang dengan desain yang khusus,yang lebih mengesankan kuno.
Jaman sekarang kolintang sudah merupakan alat musik yang tidak asing lagi bagi penduduk Indonesia pada umumnya,dengan penyebarannya di sekolah sekolah,gereja dan perkumpulan lainnya,instansi instansi pemerintah juga seringnya festival festival dan lomba kolintang baik tingkat daerah maupun tingkat nasional ditambah pula era globalisasi dan internet membantu mempopulerkan kolintang keseluruh dunia.

SASANDO

Sasando adalah sebuah alat instrumen petik musik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7. Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.


GONG

Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.
Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.

GAMELAN

Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.[rujukan?]
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, "Degung" (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Gamelan adalah alat musik yang terbuat dari bahan logam, gamelan berasal dari daerah Jawa tengah, Yogyakarta, Jawa Timur juga di Jawa Barat disebut dengan Degung dan di Bali disebut Gamelan Bali. Satu perangkat gamelan terdiri dari instrumen saron, demung, gong, kenong, slentem, bonang, peking, gender dan beberapa instrumen lainnya. Disamping itu gamelan mempunyai nada pentatonis/pentatonic.

Kamis, 23 Desember 2010

GENDANG

Gendang karo atau gendang lima si dalinen terdiri dari lima perangkat alat musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima orang pemusik. Kelima perangkat tersebut adalah satu penaruné, dua penggual, dan dua si malu gong. Gendang Lima sedalanen disebut karena ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu Sarune (aerofon), gendang indung (membranofon), gendang anak (mebranofon, gung, dan penganak. Namun biasa juga disebut dengan gendang lima sedalanen, ranggutna sepulu dua, yaitu angka dua belas untuk hitung-hitungan perangkat yang dipergunakan seluruhnya, termasuk stik atau alat memukul instrumen musik tersebut.
Jika diklasifikasi berdasarkan ensambel musik, sebenarnya gendang Karo terdiri dari gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen adalah terdiri dari tiga instrumen musik yang dimainkan secara bersamaan, yang terdiri dari kulcapi (long neck lute) sebagai pembawa melodi, keteng-keteng (idiokordofon, tube-zhyter) sebagai pembawa ritmis, dan mangkuk mbentar (idiofon) sebagai pembawa tempo.

Kendang adalah sejenis alat musik perkusi yang membrannya berasal dari kulit hewan (kambing). Kendang atau gendang dapat dijumpai di banyak wilayah Indonesia. Di daerah Jawa Barat kendang mempunyai peranan penting dalam tarian Jaipong. Di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali kendang selalu digunakan dalam permainan gamelan baik untuk mengiringi tarian, wayang dan ketoprak. Tifa adalah alat musik sejenis kendang yang dapat di jumpai di daerah Papua, Maluku dan Nias. Rebana adalah jenis alat musik yang biasa di gunakan dalam kesenian yang bernafaskan Islam. rebana dapat dijumpai hampir di sebagian wilayah Indonesia.